Jumat, Juli 25
Jakarta - Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana untuk menaikkan tarif listrik untuk industri. Kadin meminta kenaikan tarif listrik untuk industri jangan melebihi 50 persen.Hal itu diungkapkan Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) MS Hidayat di sela-sela KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) Award di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (22/7/2008).Namun Hidayat meminta kenaikan tarif listrik hanya untuk industri yang besar, industri kecil tidak akan mampu membiayai kenaikan tarif. "Kenaikannya di bawah 50 persen, jangan melebihi dari itu," ujarnya.Hidayat mengakui saat ini ada ketidakseimbangan harga dalam tarif PLN, dimana biaya produksinya lebih tinggi dari tarif yang dikenakan ke pelanggan kemudian kapasitasnya juga terbatas."Kalau seluruh proses mekanisme harga tidak dikelola seperti yang disampaikan Menkeu tadi, maka subsidi akan terlalu besar, memang harga murah tapi APBN kita sulit," ujarnya.Sejak kenaikan BBM di bulan Mei lalu, menurut Hidayat, sampai sekarang PLN sudah tekor Rp 26-27 triliun."Kalau memang dibebankan ke industri itu 80 persen kenaikannya, kita tidak mau. Nah ini yang coba kita bahas untuk mengatasi masalah kelistrikan sehingga industri tidak terganggu dan merugi," ujarnya.PLN, lanjutnya sudah membuat skenario kenaikan untuk industri-industri besar, yang jumlahnya sekitar 8.000-an dari sekitar 3 juta industri."Itu sudah mempertimbangkan dan mereka tidak keberatan tapi untuk kenaikan harga harus ada jaminan suplai itu lancar, namun industri yang kecil ke bawah itu memang mereka menolak, jadi untuk industri besar saja," ujarnya.PLN dan Kadin akan membahas rencana kenaikan ini pada pekan depan. Asosiasi industri besar juga tak lupa diajak ikut serta."Jadi saya ambil inisiatif ini sehingga pemerintah dapat mudah untuk memutuskan karena problem PLN itu tidak selesai hanya dengan pergeseran jam kerja ini," ujarnya.Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi di tempat yang sama menuturkan pengusaha daerah dan PLN harus bisa bekerja sama untuk membangun pembangkit listrik di daerah."Jadi harga tidak perlu disubsidi. Seperti di Sumut yang kurang listriknya sampai sekarang. Itu bisa jadi salah satu jalan keluar," ujarnya.Rencananya, PLN akan menaikkan tarif industri yang kini masih sekitar Rp 600 per kWh hingga ke harga keekonomian atau sesuai biaya produksi yang mencapai Rp 1.300 per kWh
Mega Proyek 10.0000 MW Meleset
Setelah berjalan 1,5 tahun, PLN memastikan penyelesaian pembangunan 10.000 MW akan meleset dari target. Padahal, awalnya proyek ini ditargetkan bisa selesai sebelum pemilu 2009. Hal tersebut diungkapkan Dirut PLN Eddie Widiono dalam sambutannya saat penandatanganan kontrak di kantor pusat PLN. "Hampir 1,5 tahun setelah Kepres 71/2006 (tentang proyek 10.000MW), ini hasilnya. Kami memperkirakan akan meleset dari harapan," katanya. Meski ditargetkan bisa rampung sebelum pemilu, sebagian besar paling cepat baru selesai semester dua 2009. Dan sisanya pada semester satu 2010. Proyek 10.000 MW ini terdiri dari 35 lokasi.Ada 10 pembangkit yang berlokasi di Jawa dan 25 pembangkit di luar Jawa.
Senin, Juli 21
Perhitungan Potongan Harga Listrik Rumah Tangga
Program Penghematan Pemakaian ListrikDalam rangka melaksanakan Program Penghematan Energi Nasional dan mempertahankan kelangsungan pasokan listrik, dengan ini diumumkan tentang Program Penghematan Pemakaian Listrik, sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PLN (Persero) No.091.K/DIR/2008 dengan memberikan Insentif atau potongan harga bagi pelanggan yang berhemat dan mengenakan bagi yang tidak berhemat dis-insentif atau penambahan biaya bagi yang tidak berhemat.
Ketentuan ini berlaku bagi pelanggan rumah tangga, pelanggan bisnis (kecuali bisnisdengan daya di atas 200 kVA) dan pelanggan pemerintah mulai pemakaian bulan April 2008 (rekening / tagihan listrik bulan Mei 2008).Pelanggan dihimbau untuk memakai listrik secara hemat sehingga tidak melampaui batas hemat yang telah ditetapkan (80% dari rata-rata pemakaian nasional) seperti keterangan dibwah ini:
Contoh :
Insentif Contoh Dis-InsentifPelanggan R-1 450VA Pelanggan R-1 450VA Batas hemat 60kWh Batas hemat 60kWh Misal Pemakaian 50kWh Misal Pemakaian 70kWh (Jumlah rekening Rp.17.220) (Jumlah rekening Rp.27.770) Insentif 20%X(60kWh-50kWh)XRp.495* Dis-Insentif 0,3X(70kWh-60kWh)XRp.495* Yang dibayar pelanggan Yang dibayar pelanggan Rp. 17.220 - Rp. 990 Rp. 25.770 + Rp. 1.485 Rp. 16.230** Rp. 27.255**
Trik Hemat Listrik
Tips & Trik Hemat Listrik
- Gunakan Lampu Hemat Energi (LHE).
- Matikan lampu dan alat elektronik yang tidak digunakan.
- Hindari pemakaian alat elektronik secara bersamaan.
- Permudah sinar matahari pagi dan sore memasuki ruangan.
- Gunakan mesin cuci sesuai dengan kapasitasnya.
- Menyetrtika pakaian sebaiknya sekaligus, jangan sepotong-sepotong.
- Gunakan bak penampungan air supaya pompa tidak sering mati nyala.
- Magic Jar tidak perlu menyala terus menerus selama 24 jam.
Sabtu, Juli 19
Amburadulnya Manajeman Listrik Negara
Jakarta - Minimnya koordinasi antara BUMN terkait dinilai sebagai salah satu penyebab krisis listrik yang terjadi. PLN dan Pertamina diminta saling bekerjasama agar masyarakat tidak dirugikan.
"Kalau masalah ketidakmampuan direksinya, saya pikir bukan menjadi masalah. Ini masalah koordinasi saja," cetus Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana ketika dihubungi detikcom
Secara Individu, Sutan menilai para pimpinan PLN adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya. Dia menolak jika krisis ini akibat ketidakmampuan mereka.
Mengenai rasionalisasi gaji direksi PLN yang dianggap terlalu besar, Sutan menyatakan hal itu bukan solusi yang tepat. Jumlah gaji dan bonus merupakan hak dari perusahaan bersangkutan.
"Saya pikir itu banyak dipolitisir saja. Dulu itu kan PLN hampir bangkrut, jadi ini berfungsi sebagai pemacu kinerja," tutupnya. (bal/)
"Kalau masalah ketidakmampuan direksinya, saya pikir bukan menjadi masalah. Ini masalah koordinasi saja," cetus Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana ketika dihubungi detikcom
Secara Individu, Sutan menilai para pimpinan PLN adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya. Dia menolak jika krisis ini akibat ketidakmampuan mereka.
Mengenai rasionalisasi gaji direksi PLN yang dianggap terlalu besar, Sutan menyatakan hal itu bukan solusi yang tepat. Jumlah gaji dan bonus merupakan hak dari perusahaan bersangkutan.
"Saya pikir itu banyak dipolitisir saja. Dulu itu kan PLN hampir bangkrut, jadi ini berfungsi sebagai pemacu kinerja," tutupnya. (bal/)
Listrik Terbatas, Jam Kerja Industri Dialihkan
Jakarta - Pemerintah segera mengeluarkan SKB 5 menteri tentang pengalihan jam kerja industri, terkait terbatasnya pasokan listrik. Para pengusaha menilai kebijakan itu terlalu terburu-buru. Sementara para pekerja akan meminta kompensasi karena berpotensi libur di luar Sabtu-Minggu. Tim Pro-Kontra - detikNews
Jumat, Juli 18
ENERGI ALTERNATIF
Energi alternatif nuklir
Rekan-rekan Anggota Milis Yth.,
Berikut ini adalah
Cuplikan dari Laporan Eksekutif Diskusi Panel “Persimpangan Jalan Pembangunan PLTN di Indonesia
Dalam usaha menjaring masukan dari masyarakat mengenai rencana pembangunan PLTN, khususnya dari aspek-aspek non-teknis, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) menyelenggarakan sebuah Diskusi Panel pada tanggal 28 November 2007 dengan tema “Persimpangan Jalan Pembangunan PLTN di Indonesia”. Lima panelis diminta untuk menyampaikan pendapatnya dan pemikirannya dan para peserta dipersilahkan untuk menyalurkan aspirasinya. Kelima panelis yang diundang oleh MPEL adalah tokoh-tokoh masyarakat yang secara nasional tidak diragukan lagi integritas dan kredibilitas pribadinya, dan masing-masing diharapkan menyoroti rencana pembangunan PLTN dari aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan hidup dan aspek kepentingan dunia usaha.
Seorang panelis, Sarwono Kusumaatmadja, menyatakan bahwa kebutuhan listrik di Indonesia dengan laju 7-8 % per tahun tidak mungkin dipenuhi jika mengharapkan dipenuhi dari sumber alternatif non-nuklir. Ketersediaan energi sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya bermuara pada tersedianya kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Secara teknologi PLTN adalah aman, yang terbukti dengan rendahnya tingkat kecelakaan yang terjadi dibandingkan dengan jumlah PLTN yang telah beroperasi di dunia saat ini. Selanjutnya diutarakan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan PLTN ini masalah utama yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh adalah merancang strategi perjuangan memenangkan persepsi publik, karena sampai saat ini masyarakat masih banyak yang belum memahami PLTN dan persepsi publik terhadap PLTN cenderung negatif. Pandangan panelis ini didukung oleh panelis lain, Prof. Syafii Maarif yang menyatakan bahwa penggunaan tenaga nuklir untuk kepentingan pembangunan listrik sudah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak mungkin ditolak. Penolakan terhadap proyek PLTN Muria dan sampai-sampai difatwakan dengan hukum haram adalah semata-mata karena adanya misinformasi dan miskomunikasi belaka. Proyek PLTN akan berhasil dengan syarat masyarakat harus diberi informasi secara terbuka, persuasif, jujur, melalui nara sumber yang baik dan mengerti psikologi masyarakat pedesaan. Apabila dilakukan pendekatan secara terbuka masyarakat tidak akan mudah terprovokasi oleh media dan kelompok yang mengharamkan PLTN. Saat ini budaya distrust rakyat kepada Pemerintah masih kuat. Untuk keberhasilan proyek PLTN, pertimbangan politik harus dijauhkan, jangan dikaitkan dengan segala macam bentuk pemilihan yang sarat dengan kepentingan kekuasaan. Prof. Komaruddin Hidayat, berkaca dari kunjungannya ke beberapa negara di Asia menyatakan “kesalutannya” terhadap konsistensi program pembangunan di beberapa negara tersebut yang terlepas dari pergantian kepemimpinan dan bahkan sejarah masa lalu, jika hal ini menyangkut teknologi canggih. Pemikiran sebaiknya berorientasi ke depan danjangan dibumbui kalkulasi politik.
Sejak awal harus dipertegas bahwa proyek PLTN sama sekali bukan untuk memperkuat senjata tempur, melainkan untuk maksud damai. Bagi masyarakat awam, isu nuklir memang selalu dikaitkan dengan peperangan, sebagaimana yang terjadi di Iran, Korea Utara, Israel dan Pakistan, dan Indonesia jangan ikut-ikutan. Pada hal pembangunan PLTN tidak hanya sebatas mengatasi kebutuhan listrik, akan tetapi dapat memacu kemajuan penguasaan teknologi canggih, memacu tumbuhnya standar teknologi dan memacu pertumbuhan ekonomi, mendongkrak harkat dan martabat bangsa.
Selama ini sudah banyak ongkos dan korban kebijakan reformasi. Di antaranya kita tidak dapat menjaga aset negara baik fisik maupun sumber daya manusia untuk secara berkelanjutan. Sumber daya manusia pilihan banyak pindah ke luar negeri, kegiatan penelitan dan pengembangan lumpuh total, sedang sektor pendidikan masih kedodoran berhadapan dengan era globalisasi dan era pasar bebas. Sementara itu panelis dari Komisi VII DPR-RI, Hendarso Hadiparmono, setelah memaparkan permasalahan sektor energi, antara pertumbuhan konsumsi listrik yang cepat, keterbatasan cadangan, harga yang tinggi, fluktuasi harga energi fosil terutama minyak bumi dan terjadinya pemanasan global akibat polusi yang terus meningkat akibat pembakaran energi fosil, menyatakan bahwa teknologi PLTN makin handal dan makin aman, ramah lingkungan sedang tingkat harga relalltif lebih murah dan stabil, dan tidak rentan terhadap gejolak harga bahan bakar lainnya, sedang tingkat suplai energi juga stabil dan cadangan sumber dayanya masih melimpah. Selanjutnya dikatakan bahwa kecenderungan (trend) penggunaan energi ke depan akan bergeser dari energi bersumber pada sumber daya alam (resource based energy) ke energi bersumber pada teknologi (technology based energy ). Panelis ke-lima, Hilmi Panigoro, juga menguraikan kondisi energi saat ini, pemenuhan kebutuhan energi di masa mendatang dan peran swasta nasional dalam penyediaan energi. Disebutkan juga bahwa perusahaannya telah melakukan kajian ekonomi PLTN dengan skenario keuntungan rendah, sedang dan tinggi. Bedasarkan kajian tersebut, disebutkan bahwa PLTN merupakan pembangkit listrik yang kompetitif. PT Medco Energi telah mempersiapkan segala sesuatunya ke arah pembangunan suatu PLTN temasuk program sosialisi terhadap masyarakat di sekitar lokasi dan penyediaan SDM. Selanjutnya panelis menyebutkan bahwa penggunaan energi nuklir sudah saatnya diterapkan di Indonesia. Isu persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah terdengar sejak tahun 70-an, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya.
Tanggapan peserta diskusi Panel cukup beragam. Salah seorang politisi, mantan angota DPR-RI menyatakan bahwa untuk saat ini sudah tercapai kondisi yang baik untuk mengembangkan PLTN, akan tetapi Pemerintah tampaknya masih maju-mundur dan tidak kompak dalam menyikapi rencana pembangunan PLTN ini, meskipun sudah merupakan satu kebijakan yang diundangkan dan tercantum dalam Peraturan Presiden. Pembicara lain dari kalangan muda menyatakan bahwa hendaknya Pemerintah menyatakan kemauan politiknya (political will) terhadap pembangunan PLTN ini, dan diharapkan agar DPR memberikan dorongan kepada Pemerintah agar Pemerintah menunjukkan kemauan politik ini, dan disertai kemudian dengan tindak lanjut dengan arah yang jelas..
Selanjutnya disebutkan bahwa sudah saatnya mempertimbangkan penggunaan nuklir di pulau Jawa mengingat pertambahan penduduk yang sudah sebesar 3,5 % per tahunnya.
Dalam kata penutupannya moderator Parni Hadi menyebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut:
“Para pakar peserta diskusi panel dan pembicara menyatakan setuju agar hasil diskusi panel ini segera ditindaklanjuti sehingga terwujud kebijakan go nuclear. Namun pelaksanaannya harus hati-hati dan didukung dengan mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat luas. Penguasaan teknologi keselamatan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang sunguh-sungguh agar pembangunan dan pengoperasian PLTN berlangsung secara aman. Hal yang lebih penting dari semua ini adalah komitmen Pemerintah terhadap pembangunan PLTN. Laporan lengkap dapat disimak pada url sbb: http://feea3.blogspot.com/
Arief Rahman Thanura
Kalau boleh urun rembuk dari sisi safety, saya berpendapat bahwa penerapan PLTN boleh jadi belum waktunya dilakukan di Indonesia. Benar, dari segi teknologi no problem at all.
Tapi cobalah ita melihat sejenak ke lingkungan sekitar kita, industri transportasi kita (Darat, Laut terutama udara), sector high rise building construction, dsb-dsb.
Kalau saya melihat standard-standard yang ada, Industri nuklir adalah industri dengan requirement safety yang sangat ketat mengingat consequences yang sangat besar. Bahkan istilah Safety Culture yang paling getol merumuskan-nya justru dari sector industri nuklir. Artinya, safety culture adalah prasyarat utama sebelum kita bisa claim bahwa PLTN akan aman di operasikan di Indonesia. Apa jaminan bahwa mulai tahap design, operation, maintenance,Management of change sampai tahap decommissioning (kalau ada) akan mempertimbangkan safety aspect secara ketat. Secara kasat mata saya melihat bahwa safety culture di Indonesia masih jauh dari harapan. Hampir secara keseluruhan (kecuali mungkin beberapa perusahaan Industri MIGAS) level of safety culture hanya sampai pada tahap comply secara lahiriah untuk menghindari hukuman saja.
Makanya kalau kita lihat helm motor di jalan, nggak usah kaget kalau helm-nya kebanyakan justru asal ada dan dipakai. Polisi-pun sebagai pihak yang harusnya punya concern dengan perlunya pakai helm tidak pernah tahu menahu (atau memang tidak tahu ???) bahwa tujuan penggunaan helm adalah untuk keselamatan, bukan sekedar pakai.
Bis kota, tidak pakai pintu sehingga turun di mana saja. Kopaja/Metro mini tidak pakai hand brake barangkali hamper 90%. Makanya kalau berhenti di tanjakan kenek-nya buru-buru turun bawa ganjal kayu. Industri penerbangan semua sudah pada tahu betapa buruknya padaha urusan-nya sama nyawa. Belum lagi system punishment-nya yang nggak jelas juntrungan-nya.
Kesadaran keselamatan masih barang langka (kalau tidak mau dikatakan tidak dipunyai) baik oleh pelaku bisnis, regulator, masyarakat luas dan para pemimpin negaranya.
Tanpa Tingkat Safety Culture yang baik, maka jaminan keselamatan PLTN pada saat pengoperasian sangatlah menjadi tanda tanya besar. Atau jangan-jangan masih baru design dan konstruksinya saja sudah di korupsi tanpa mau tahu bahwa merubah spesifikasi bisa sangat berbahaya. Dengan begitu fatwa haram untuk Muria menurut saya benar adanya untuk konteks saat ini.
Masih banyak PR yang mesti diselesaikan.
andryansyah rivai
Saya sangat setuju dengan pandangan pak Arief yang ditutup dengan kalimat terakhir sebagai kesimpulannya.
Saya ingin menambahkan, bahwa apa yang dikhawatirkan itu bukan tanpa bukti. Karena kebetulan saya ada di Batan dan mendengar banyak cerita sekaligus melihatnya sendiri pada tiga reaktor riset yang ada di negeri ini, maka sayapun mengatakan, budaya keselamatan itu memang masih sangat sulit untuk bisa diterapkan di negeri ini.
Disamping itu, khusus dikaitkan dengan kalimat terakhir pak Arief, saya masih belum bisa teryakinkan bahwa bila terjadi embargo terhadap komponen PLTN, maka itu tidak akan menjadikan PLTN yang akan kita miliki menjadi besi tua, yang berarti menguatkan kesimpulan itu.
Kesimpulan saya, sebelum PLTN ada di negeri ini kita harus:
1. Mempunyai standar yang benar.
2. Mempunyai budaya keselamatan yang memang sudah menjadi kebutuhan.
3. Mampu membuat sendiri bahan bakar nuklir untuk jenis pltn yang dipilih.
4. Dapat diyakinkan bahwa embargo terhadap komponen PLTN tidak akan mungkin menjadikan PLTN yang akan kita punya menjadi besi tua.
5. Bisa berkata jujur dan tidak menutupi kejadian buruk yang terjadi di PLTN yang akan dimiliki itu.
6. Bisa meminimalkan mental korup yang merugikan begitu banyak orang.
7. Bisa membuat perencanan yang benar, sehingga setelah pembelian PLTN pertama, maka pada pembelian berikutnya, komponen lokal bisa terus ditingkatkan hingga mendekati target pencapaian.
Tatie Magdalena Sahea
Saya hanya ingin ikut nimbrung atau menambahkan sedikit...
Pada dasarnya saya setuju apabila PLTN dibangun di Indonesia....
Kenapa saya setuju ?, berikut alasan saya :
- Sedikit nuklir yg digunakan akan menghasilkan jutaan megawatt listrik utk bangsa indonesia terutama Jawa Bali...karena pembangunan terconcentrate di Jawa...
- Tarif dasar listrik akan menjadi sangat murah...ini bisa dilihat dari negara2 di Eropa yg menggunakan 80% tenaga listriknya bersumber dari Nuklir...dan harga listrik mereka jauh lebih murah dibandingkan Indonesia... for Info: Di prancis contohnya mereka tidak menjatahkan daya utk rumah tangga....jadi azas siapa memakai besar listrik harus membayar besar...dan menurut saya ini akan lebih adil utk indonesia....
- Kekhawatiran bahaya nuklir...saya akui ini memang SANGAT berbahaya...tetapi dengan kemajuan TEKNOLOGI dan knowledge dari suatu bangsa dapat meminimalis bahaya ini....dan ini bisa diterapkan dengan SOP yg harus dibuat dan ditaati oleh pekerja dilingkungan PLTN.....dan juga warga sekitar...
ledakan PLTN dibeberapa negara...biasanya sumber pertama merupakah 'Human Error/Mistake', dan inilah yg menjadikan PLTN tsb meledak....contoh: PLTN di Toulouse yg mana ini diakibatkan oleh kesalahan pekerja atau karyawan...
Jadi...budaya safety harus bener2 diterapkan dengan baik...
- Infrastructure PLT di Muria sudah mendukung tanpa harus membangun dari awal lagi...jadi biaya yg dikeluarkan oleh pemerintah akan lebih sedikit dengan hanya merubah dari PLT Uap/Diesel/Gas menjadi PLTN...dan langsung menggunakan jaringan yg sudah ada...
- Indonesia kaya dengan uranium dan ini diexport ke US via freeport....saatnya kita menggunakan uranium utk domestic consumption toch... ;)
Jadi pada intinya.....dengan pengalaman tinggal di Balikpapan yg sering BYAR PETT....sehari 6 jam minimal.....
sudah saatnya bangsa Indonesia menunjukkan bahwa kita mampu memberikan yg terbaik dan termurah utk bangsa ini....dengan listrik yg merata diseluruh Indonesia...
Rovicky Dwi Putrohari
Kebutuhan safety tidak hanya PLTN
Tapi sayangnya PLTN ini sepertinya sudah menjadi issue yang sulit ditelaah kebenaran "potensinya", baik potensi keberhasilannya dan potensi bahayanya. Salah satunya adalah potensi nuklir sebagai senjata yang menjadikan issue nuklir berkembang menjadi issue berdimensi banyak. Bahkan ada yang menggeser dan menggelindingkan issue agama ... waddduh !
Kalau konsen kita benar-benar murni keselamatan, maka PLTN bukanlah sesuatu yang lebih bahaya dengan yang lain. Namun sebaliknya justru karena selama ini PLTN di hantam sana-sini, saya yakin justru instalasi PLTN merupakan sebuah instalasi yang aman.
Kesadaran Listrik di Malaysia lebih buruk dari Indonesia
Ini mungkin akan kedengaran aneh bagi yang selama ini di Indonesia.
Saya membandingkan dua negara tetapi mengambil porsi yang setara, yaitu Listrik di Jawa dan Listrik di Peninsular Malaysia, keduanya merupakan kawasan yang sangat membutuhkan listrik. Di Malaysia mereka bilang api (api=listrik).
Selama di Malaysia saya mengalami listrik mati secara regional dua kali, maksudnya listrik seluruh semenanjung peninsular Malaysia ini mati-total (blackout). Sedangkan selama di Indonesia (di jakarta) sepuluh tahun terakhir, kalau tidak salah listrik jawa-bali mati baru sekali. Kemarin ketika ada kawan IT di kantor Jakarta memasang Uninterruptible Power Supply (UPS) saya tanya sebenarnya untuk apa sih? ... diskusi berkembang akhirnya terkuak bahwa di Malaysia ini justru lebih banyak gedung yang tidak memiliki GenSet sendiri. Mereka benar-benar mengandalkan PLN (Jawatan Letrik), padahal kenyataannya listrik di KL ini voltage-nya tidak lebih stabil dari lsitrik di Jakarta.
Selama ini yang namanya mengalami listrik mati dirumah maupun di dalam gedung di KL ini justru lebih sering ketimbang di JKT. mengapa saya bilng kesadaran listrik kita lebih bagus ?
Ya hampir tiap hari kita bisa melihat seberapa besar kebutuhan listrik di jawa. Termasuk kalau akan ada penggiliran, kita akan "alert".
Akhirnya dengan memiliki "kekhawatiran" ini justru menimbulkan "kewaspadaan" ekstra. Kewaspadaan inilah yang merupakan safety faktor positipnya.
Nah, kalau saja kekhawatiran ini dibandingkan dengan kekhawatiran PLTN, saya rsa akan sama.
di Indonesia ini WYSWYG (What you see is what you get), sedangkan di Malaysia masih belum. Namun seringkali keterbukaan di Indonesia ini diselewengkan dengan hanya menyebarkan yang negatip saja. Seharusnya kita juga berani menguak yang benar selain berani menguak yang salah.
Saya suka sekali dengan "menguak" PLTN ini apa adanya, dengan demikian
kita semua akan tahu apa adanya, dan seadanya, tanpa mengada-ada.Semakin PLTN dikuak, semakin banyaklah kita belajar darinya. Sehingga ketika PLTN dibangun tahun 2009 nanti semua sudah siap !!
MetNet
Setuju pak,
Mudah-mudahan "menguak" PLTN ini apa adanya ini diikuti oleh rekan-rekan dari LSM manapun atau dari elemen non-LSM.
Jangan sampai saat tercekik karena tdk punya BBM 22 tahun lagi, baru bilang kenapa tidak dari dulu pakai PLTN.
Menurut ESDM, cadangan minyak bumi hanya sekitar 19 Milyar Barel, produksi 500 juta barel per tahun.
Berdasarkan komposisi konsumsi energi Indonesia tahun 2005, pemakaian minyak bumi sangat dominan. Konsumi BBM mendominasi 63% dari energi mix nasional. Sisanya batubara 8%, listrik 10%, gas 17% dan lain 2%.
Mengganti peran BBM untuk energi 22 tahun kemudian, artinya perlu menaikkan peran batubara, gas, geothermal, angin, surya, biomasa, hidro, dll.
Tinggal yg sisanya porsinya PLTN, sesuai prinsip "PLTN adl alternatif terakhir".
yani chaidir
Jadi sebenarnya rasa percaya diri aja harus ditingkatkan bahwa kita mampu mengelola PLTN, tapi alangkah baik lagi kalau energi renewable yang sumbernya banyak di negara ini yang ditingkatkan seperti energi panas bumi, energi angin, apalagi dengan adanya Emisi Carbon Trading ,energi yang dibangkitkan dengan menghasilkan emisi carbon seperti PLTU (batubara) dapat mensubsidi energi panas bumi dan yang lain (tidak menghasilkan emisi carbon, red).
yudi
Sebagai warga negara biasa, saya setuju PLN dibangun, alasan saya simple saja,
Saya membandingkan dengan keadaan kota Jakarta sekarang ini, dimana macetnya sudah nggak terkendali dan pemdanya sudah bingung mengatasi macet, jalur busway, jalan alternatif dan tambahan jalur kereta api sudah dibangun tapi tetap saja tambah macet.Sekarang kita bisa bertanya kenapa nggak membangun jalur transportasi massal kereta bawah tanah sejak dulu, seperti kota-kota besar di negara lain.
Hal ini bisa kita bayangkan kalo kelak anak cucu kita sudah kehabisan energi yang sekarang digunakan dan energi alternatif yang masih terbatas, akan terjadi pemadaman listrik, listrik mahal dan kembali menggunakan obor (kalo masih ada minyak tanah), negara pasti bingung mengatasi. Muncul pertanyaan seperti mas MetNet kenapa tidak menggunakan PLTN dari dulu.
Budi Sudarsono
Rekan-rekan anggota ML Yth.,
Saya ucapkan banyak terima kasih atas berbagai tanggapan terhadap energi nuklir yang cukup positif.
Dalam pembahasan tentang alternatif energi, acapkali pendekatannya dari segi kepemilikan sumberdaya atau ketergantungan pada pasokan teknologi dari luar negeri. Padahal cukup banyak contoh negara yang tidak memiliki sumberdaya energi dan juga berteknologi 100 persen tergantung pada luar negeri. Faktor terpenting, dalam hal alternatif listrik, adalah biaya pembangkitan listrik. Saat ini minyak dan gas sudah kelewat tinggi dibandingkan dengan batubara dan nuklir. Memang sementara ini nuklir hanya digunakan dalam satuan pembangkit yang besar, di atas 600 MW. Untuk Indonesia panasbumi juga menjanjikan, dan khusus untuk pulau Jawa boleh dikatakan hanya ketiga itulah alternatif yang layak dipertimbangkan: batubara, panasbumi dan nuklir.
Kita perlukan semua peluang, jadi mikro-hidro dan hidro kecil pun dapat dipertimbangkan; begitu pula energi surya dan energi angin. Namun ketiganya memerlukan unsur subsidi, paling tidak subsidi modal
awal.
Mengenai kecemasan tentang keamanan operasi reaktor nuklir, memang memerlukan upaya pengkajian oleh para professional dari luar bidang nuklir untuk meyakini keamanan operasi reaktor. Mudah-mudahan tahun 2008 saya dapat menyelesaikan buku yang dapat memberi pencerahan dalam bahasa yang mudah dicerna, secara kualitatif dan tanpa rumus-rumus. Sesungguhnya tidak terlalu sulit kok. Khusus bagi Pak Vicky (RDP) dan peminat seismologi, berikut ini ada berita dari Jepang tentang simposium yang akan diselenggarakan di sana bulan Februari 2008 (maaf saya tak ada detailnya): JAIF and Others to Sponsor International Aseismicity Symposium in February.
The Japan Atomic Industrial Forum (JAIF), the Japan Nuclear Technology Institute (JANTI), and the Central Research Institute of the Electric Power Industry (CRIEPI) announced that they would jointly sponsor an international symposium in February 2008 in Kashiwazaki City (Niigata Prefecture). The symposium will deal with the subject of the aseismicity and reliability of nuclear power plants (NPPs), in the wake of the extensive damage sustained by the Kashiwazaki Kariwa NPS of the Tokyo Electric Power Co. (TEPCO) last July in the Niigata-Chuetsu Offshore Earthquake.
roeddy setiawan
Dear Pak Budi,
Saya membaca artikel tebitan eropa, ada consorsium eropa-cis yang bisa memberikan power 100 -- 250 mw diatas barge , tempo pembangunan nya cepat, menurut company realease nya mereka targeting oil industry seperti di kazakh dan perairan yang sulit dlm logistik. selain tenaga listrik , bisa juga supply air panas hasil dr pendinginan dr pada dibuang ke perairan thermal enegy nya di salurkan ke darat juga . menurut artikel itu waktu isi ulang bahan bakar sekali tiap 12 tahun, berbagai option reaktor yang menurut mereka proven dan sudah operational sejak lama. saya duga ini mungkin design reaktor buat kapal selam, reaktor kapal ice breaker spt ABV- 6M 18 MWe plus air panas kalau mau, ada juga KLT 40s yang 70 MWe.
Krisis listrik yang menjadi jadi dimana mana bukan hanya pulau jawa - bali, saya baca sumatra utara orang misuh misuh pln byar pet, di balikpapan setiap busines establishment pasti pasang genset dia taruh di trotoar, meraung raung dan asepnya balik lagi masuk toko he he he demi uang biar resiko cancer paru juga begitu barangkali pikiran nya.
Dulu banget saya ikutan jadi cantrik , cantrik nya nya pak mike tenggo zulu begitu kawan kawan bilang sama seniornya pak MT Zen, ngukur2 macam macam parameter geology teknis, dan material dr kontraktor. itu 28 tahun lalu katanya semenanjung muria ini akan ada PLTN, sampai sekarang ngak pernah kejadian. sama seperti mercon lebaran, bletak bletuk ributnya bukan main, lalu senyap. kalau ketahuan team iinvestigasi anti korupsi yang sekarang lagi inn, bisa bisa termasuk katagori korupsi per "definisi" merugikan negara, wong sudah keluar duit banyak tapi ngak jadi jadi.eh ah kok ngelantur,mudah mudahan yang sekarang lain. kan yang perlu listrik bukan buat P Jawa saya ya kan pak, di siberut, nusa dua , p parang, kalimantan banyak.
Budi Sudarsono
Rekans anggota ML Yth.,
Saya ingin "menjawab" masukan berikut ini. (lihat di bawahnya)
Dear pak Budi,
Saya membaca artikel tebitan eropa, ada consorsium eropa-cis yang bisa memberikan power 100 -- 250 mw diatas barge , tempo pembangunannya cepat, menurut company realease nya mereka targeting oil industry seperti di kazakh dan perairan yang sulit dlm logistik. selain tenaga listrik , bisa juga supply air panas hasil dr pendinginan dr pada dibuang ke perairan thermal enegy nya di salurkan ke darat juga . Menurut artikel itu waktu isi ulang bahan bakar sekali tiap 12 tahun, berbagai option reaktor yang menurut mereka proven dan sudah operational sejak lama. saya duga ini mungkin design reaktor buat kapal selam, reaktor kapal ice breaker spt ABV- 6M 18 MWe plus air panas kalau mau, ada juga KLT 40s yang 70 MWe. Krisis listrik yang menjadi jadi dimana mana bukan hanya pulau jawa - bali, saya baca sumatra utara orang misuh misuh pln byar pet, di balikpapan setiap busines establishment pasti pasang genset dia taruh di trotoar, meraung raung dan asepnya balik lagi masuk toko he he he demi uang biar resiko cancer paru juga begitu barangkali pikiran nya.
Memang salah satu kemungkinan solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah "terpencil" adalah PLTN terapung atau floating nuclear power plants. Bagi yang berminat, dapat memakai Google dan mengetik "floating nuclear power plants".
Gagasan ini sudah lama muncul. Di Rusia sendiri ternyata floating NPP
baru mulai dibangun sejak awal tahun ini dan akan selesai tahun 2011. Bagi yang membutuhkan, perlu menunggu dan melihat hasil operasinya, bila bagus bisa memesan sesudah 2013.
Namun banyak permasalahan akan timbul, terutama dari segi hukum dan khususnya hukum internasional. IAEA belum mengkaji masalah keselamatan operasi PLTN terapung; bila dipesan, siapa pemiliknya: apakah perusahaan Rusia (mungkinkah perusahaan asing mengoperasikan PLTN?), adakah undang-undang negara yang mengizinkan PLTN terapung ? dst.
Kiranya kita masih harus menunggu banyak perkembangan sebelum dapat mempertimbangkan gagasan PLTN terapung.
Rekan-rekan Anggota Milis Yth.,
Berikut ini adalah
Cuplikan dari Laporan Eksekutif Diskusi Panel “Persimpangan Jalan Pembangunan PLTN di Indonesia
Dalam usaha menjaring masukan dari masyarakat mengenai rencana pembangunan PLTN, khususnya dari aspek-aspek non-teknis, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) menyelenggarakan sebuah Diskusi Panel pada tanggal 28 November 2007 dengan tema “Persimpangan Jalan Pembangunan PLTN di Indonesia”. Lima panelis diminta untuk menyampaikan pendapatnya dan pemikirannya dan para peserta dipersilahkan untuk menyalurkan aspirasinya. Kelima panelis yang diundang oleh MPEL adalah tokoh-tokoh masyarakat yang secara nasional tidak diragukan lagi integritas dan kredibilitas pribadinya, dan masing-masing diharapkan menyoroti rencana pembangunan PLTN dari aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan hidup dan aspek kepentingan dunia usaha.
Seorang panelis, Sarwono Kusumaatmadja, menyatakan bahwa kebutuhan listrik di Indonesia dengan laju 7-8 % per tahun tidak mungkin dipenuhi jika mengharapkan dipenuhi dari sumber alternatif non-nuklir. Ketersediaan energi sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya bermuara pada tersedianya kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Secara teknologi PLTN adalah aman, yang terbukti dengan rendahnya tingkat kecelakaan yang terjadi dibandingkan dengan jumlah PLTN yang telah beroperasi di dunia saat ini. Selanjutnya diutarakan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan PLTN ini masalah utama yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh adalah merancang strategi perjuangan memenangkan persepsi publik, karena sampai saat ini masyarakat masih banyak yang belum memahami PLTN dan persepsi publik terhadap PLTN cenderung negatif. Pandangan panelis ini didukung oleh panelis lain, Prof. Syafii Maarif yang menyatakan bahwa penggunaan tenaga nuklir untuk kepentingan pembangunan listrik sudah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak mungkin ditolak. Penolakan terhadap proyek PLTN Muria dan sampai-sampai difatwakan dengan hukum haram adalah semata-mata karena adanya misinformasi dan miskomunikasi belaka. Proyek PLTN akan berhasil dengan syarat masyarakat harus diberi informasi secara terbuka, persuasif, jujur, melalui nara sumber yang baik dan mengerti psikologi masyarakat pedesaan. Apabila dilakukan pendekatan secara terbuka masyarakat tidak akan mudah terprovokasi oleh media dan kelompok yang mengharamkan PLTN. Saat ini budaya distrust rakyat kepada Pemerintah masih kuat. Untuk keberhasilan proyek PLTN, pertimbangan politik harus dijauhkan, jangan dikaitkan dengan segala macam bentuk pemilihan yang sarat dengan kepentingan kekuasaan. Prof. Komaruddin Hidayat, berkaca dari kunjungannya ke beberapa negara di Asia menyatakan “kesalutannya” terhadap konsistensi program pembangunan di beberapa negara tersebut yang terlepas dari pergantian kepemimpinan dan bahkan sejarah masa lalu, jika hal ini menyangkut teknologi canggih. Pemikiran sebaiknya berorientasi ke depan danjangan dibumbui kalkulasi politik.
Sejak awal harus dipertegas bahwa proyek PLTN sama sekali bukan untuk memperkuat senjata tempur, melainkan untuk maksud damai. Bagi masyarakat awam, isu nuklir memang selalu dikaitkan dengan peperangan, sebagaimana yang terjadi di Iran, Korea Utara, Israel dan Pakistan, dan Indonesia jangan ikut-ikutan. Pada hal pembangunan PLTN tidak hanya sebatas mengatasi kebutuhan listrik, akan tetapi dapat memacu kemajuan penguasaan teknologi canggih, memacu tumbuhnya standar teknologi dan memacu pertumbuhan ekonomi, mendongkrak harkat dan martabat bangsa.
Selama ini sudah banyak ongkos dan korban kebijakan reformasi. Di antaranya kita tidak dapat menjaga aset negara baik fisik maupun sumber daya manusia untuk secara berkelanjutan. Sumber daya manusia pilihan banyak pindah ke luar negeri, kegiatan penelitan dan pengembangan lumpuh total, sedang sektor pendidikan masih kedodoran berhadapan dengan era globalisasi dan era pasar bebas. Sementara itu panelis dari Komisi VII DPR-RI, Hendarso Hadiparmono, setelah memaparkan permasalahan sektor energi, antara pertumbuhan konsumsi listrik yang cepat, keterbatasan cadangan, harga yang tinggi, fluktuasi harga energi fosil terutama minyak bumi dan terjadinya pemanasan global akibat polusi yang terus meningkat akibat pembakaran energi fosil, menyatakan bahwa teknologi PLTN makin handal dan makin aman, ramah lingkungan sedang tingkat harga relalltif lebih murah dan stabil, dan tidak rentan terhadap gejolak harga bahan bakar lainnya, sedang tingkat suplai energi juga stabil dan cadangan sumber dayanya masih melimpah. Selanjutnya dikatakan bahwa kecenderungan (trend) penggunaan energi ke depan akan bergeser dari energi bersumber pada sumber daya alam (resource based energy) ke energi bersumber pada teknologi (technology based energy ). Panelis ke-lima, Hilmi Panigoro, juga menguraikan kondisi energi saat ini, pemenuhan kebutuhan energi di masa mendatang dan peran swasta nasional dalam penyediaan energi. Disebutkan juga bahwa perusahaannya telah melakukan kajian ekonomi PLTN dengan skenario keuntungan rendah, sedang dan tinggi. Bedasarkan kajian tersebut, disebutkan bahwa PLTN merupakan pembangkit listrik yang kompetitif. PT Medco Energi telah mempersiapkan segala sesuatunya ke arah pembangunan suatu PLTN temasuk program sosialisi terhadap masyarakat di sekitar lokasi dan penyediaan SDM. Selanjutnya panelis menyebutkan bahwa penggunaan energi nuklir sudah saatnya diterapkan di Indonesia. Isu persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah terdengar sejak tahun 70-an, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya.
Tanggapan peserta diskusi Panel cukup beragam. Salah seorang politisi, mantan angota DPR-RI menyatakan bahwa untuk saat ini sudah tercapai kondisi yang baik untuk mengembangkan PLTN, akan tetapi Pemerintah tampaknya masih maju-mundur dan tidak kompak dalam menyikapi rencana pembangunan PLTN ini, meskipun sudah merupakan satu kebijakan yang diundangkan dan tercantum dalam Peraturan Presiden. Pembicara lain dari kalangan muda menyatakan bahwa hendaknya Pemerintah menyatakan kemauan politiknya (political will) terhadap pembangunan PLTN ini, dan diharapkan agar DPR memberikan dorongan kepada Pemerintah agar Pemerintah menunjukkan kemauan politik ini, dan disertai kemudian dengan tindak lanjut dengan arah yang jelas..
Selanjutnya disebutkan bahwa sudah saatnya mempertimbangkan penggunaan nuklir di pulau Jawa mengingat pertambahan penduduk yang sudah sebesar 3,5 % per tahunnya.
Dalam kata penutupannya moderator Parni Hadi menyebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut:
“Para pakar peserta diskusi panel dan pembicara menyatakan setuju agar hasil diskusi panel ini segera ditindaklanjuti sehingga terwujud kebijakan go nuclear. Namun pelaksanaannya harus hati-hati dan didukung dengan mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat luas. Penguasaan teknologi keselamatan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang sunguh-sungguh agar pembangunan dan pengoperasian PLTN berlangsung secara aman. Hal yang lebih penting dari semua ini adalah komitmen Pemerintah terhadap pembangunan PLTN. Laporan lengkap dapat disimak pada url sbb: http://feea3.blogspot.com/
Arief Rahman Thanura
Kalau boleh urun rembuk dari sisi safety, saya berpendapat bahwa penerapan PLTN boleh jadi belum waktunya dilakukan di Indonesia. Benar, dari segi teknologi no problem at all.
Tapi cobalah ita melihat sejenak ke lingkungan sekitar kita, industri transportasi kita (Darat, Laut terutama udara), sector high rise building construction, dsb-dsb.
Kalau saya melihat standard-standard yang ada, Industri nuklir adalah industri dengan requirement safety yang sangat ketat mengingat consequences yang sangat besar. Bahkan istilah Safety Culture yang paling getol merumuskan-nya justru dari sector industri nuklir. Artinya, safety culture adalah prasyarat utama sebelum kita bisa claim bahwa PLTN akan aman di operasikan di Indonesia. Apa jaminan bahwa mulai tahap design, operation, maintenance,Management of change sampai tahap decommissioning (kalau ada) akan mempertimbangkan safety aspect secara ketat. Secara kasat mata saya melihat bahwa safety culture di Indonesia masih jauh dari harapan. Hampir secara keseluruhan (kecuali mungkin beberapa perusahaan Industri MIGAS) level of safety culture hanya sampai pada tahap comply secara lahiriah untuk menghindari hukuman saja.
Makanya kalau kita lihat helm motor di jalan, nggak usah kaget kalau helm-nya kebanyakan justru asal ada dan dipakai. Polisi-pun sebagai pihak yang harusnya punya concern dengan perlunya pakai helm tidak pernah tahu menahu (atau memang tidak tahu ???) bahwa tujuan penggunaan helm adalah untuk keselamatan, bukan sekedar pakai.
Bis kota, tidak pakai pintu sehingga turun di mana saja. Kopaja/Metro mini tidak pakai hand brake barangkali hamper 90%. Makanya kalau berhenti di tanjakan kenek-nya buru-buru turun bawa ganjal kayu. Industri penerbangan semua sudah pada tahu betapa buruknya padaha urusan-nya sama nyawa. Belum lagi system punishment-nya yang nggak jelas juntrungan-nya.
Kesadaran keselamatan masih barang langka (kalau tidak mau dikatakan tidak dipunyai) baik oleh pelaku bisnis, regulator, masyarakat luas dan para pemimpin negaranya.
Tanpa Tingkat Safety Culture yang baik, maka jaminan keselamatan PLTN pada saat pengoperasian sangatlah menjadi tanda tanya besar. Atau jangan-jangan masih baru design dan konstruksinya saja sudah di korupsi tanpa mau tahu bahwa merubah spesifikasi bisa sangat berbahaya. Dengan begitu fatwa haram untuk Muria menurut saya benar adanya untuk konteks saat ini.
Masih banyak PR yang mesti diselesaikan.
andryansyah rivai
Saya sangat setuju dengan pandangan pak Arief yang ditutup dengan kalimat terakhir sebagai kesimpulannya.
Saya ingin menambahkan, bahwa apa yang dikhawatirkan itu bukan tanpa bukti. Karena kebetulan saya ada di Batan dan mendengar banyak cerita sekaligus melihatnya sendiri pada tiga reaktor riset yang ada di negeri ini, maka sayapun mengatakan, budaya keselamatan itu memang masih sangat sulit untuk bisa diterapkan di negeri ini.
Disamping itu, khusus dikaitkan dengan kalimat terakhir pak Arief, saya masih belum bisa teryakinkan bahwa bila terjadi embargo terhadap komponen PLTN, maka itu tidak akan menjadikan PLTN yang akan kita miliki menjadi besi tua, yang berarti menguatkan kesimpulan itu.
Kesimpulan saya, sebelum PLTN ada di negeri ini kita harus:
1. Mempunyai standar yang benar.
2. Mempunyai budaya keselamatan yang memang sudah menjadi kebutuhan.
3. Mampu membuat sendiri bahan bakar nuklir untuk jenis pltn yang dipilih.
4. Dapat diyakinkan bahwa embargo terhadap komponen PLTN tidak akan mungkin menjadikan PLTN yang akan kita punya menjadi besi tua.
5. Bisa berkata jujur dan tidak menutupi kejadian buruk yang terjadi di PLTN yang akan dimiliki itu.
6. Bisa meminimalkan mental korup yang merugikan begitu banyak orang.
7. Bisa membuat perencanan yang benar, sehingga setelah pembelian PLTN pertama, maka pada pembelian berikutnya, komponen lokal bisa terus ditingkatkan hingga mendekati target pencapaian.
Tatie Magdalena Sahea
Saya hanya ingin ikut nimbrung atau menambahkan sedikit...
Pada dasarnya saya setuju apabila PLTN dibangun di Indonesia....
Kenapa saya setuju ?, berikut alasan saya :
- Sedikit nuklir yg digunakan akan menghasilkan jutaan megawatt listrik utk bangsa indonesia terutama Jawa Bali...karena pembangunan terconcentrate di Jawa...
- Tarif dasar listrik akan menjadi sangat murah...ini bisa dilihat dari negara2 di Eropa yg menggunakan 80% tenaga listriknya bersumber dari Nuklir...dan harga listrik mereka jauh lebih murah dibandingkan Indonesia... for Info: Di prancis contohnya mereka tidak menjatahkan daya utk rumah tangga....jadi azas siapa memakai besar listrik harus membayar besar...dan menurut saya ini akan lebih adil utk indonesia....
- Kekhawatiran bahaya nuklir...saya akui ini memang SANGAT berbahaya...tetapi dengan kemajuan TEKNOLOGI dan knowledge dari suatu bangsa dapat meminimalis bahaya ini....dan ini bisa diterapkan dengan SOP yg harus dibuat dan ditaati oleh pekerja dilingkungan PLTN.....dan juga warga sekitar...
ledakan PLTN dibeberapa negara...biasanya sumber pertama merupakah 'Human Error/Mistake', dan inilah yg menjadikan PLTN tsb meledak....contoh: PLTN di Toulouse yg mana ini diakibatkan oleh kesalahan pekerja atau karyawan...
Jadi...budaya safety harus bener2 diterapkan dengan baik...
- Infrastructure PLT di Muria sudah mendukung tanpa harus membangun dari awal lagi...jadi biaya yg dikeluarkan oleh pemerintah akan lebih sedikit dengan hanya merubah dari PLT Uap/Diesel/Gas menjadi PLTN...dan langsung menggunakan jaringan yg sudah ada...
- Indonesia kaya dengan uranium dan ini diexport ke US via freeport....saatnya kita menggunakan uranium utk domestic consumption toch... ;)
Jadi pada intinya.....dengan pengalaman tinggal di Balikpapan yg sering BYAR PETT....sehari 6 jam minimal.....
sudah saatnya bangsa Indonesia menunjukkan bahwa kita mampu memberikan yg terbaik dan termurah utk bangsa ini....dengan listrik yg merata diseluruh Indonesia...
Rovicky Dwi Putrohari
Kebutuhan safety tidak hanya PLTN
Tapi sayangnya PLTN ini sepertinya sudah menjadi issue yang sulit ditelaah kebenaran "potensinya", baik potensi keberhasilannya dan potensi bahayanya. Salah satunya adalah potensi nuklir sebagai senjata yang menjadikan issue nuklir berkembang menjadi issue berdimensi banyak. Bahkan ada yang menggeser dan menggelindingkan issue agama ... waddduh !
Kalau konsen kita benar-benar murni keselamatan, maka PLTN bukanlah sesuatu yang lebih bahaya dengan yang lain. Namun sebaliknya justru karena selama ini PLTN di hantam sana-sini, saya yakin justru instalasi PLTN merupakan sebuah instalasi yang aman.
Kesadaran Listrik di Malaysia lebih buruk dari Indonesia
Ini mungkin akan kedengaran aneh bagi yang selama ini di Indonesia.
Saya membandingkan dua negara tetapi mengambil porsi yang setara, yaitu Listrik di Jawa dan Listrik di Peninsular Malaysia, keduanya merupakan kawasan yang sangat membutuhkan listrik. Di Malaysia mereka bilang api (api=listrik).
Selama di Malaysia saya mengalami listrik mati secara regional dua kali, maksudnya listrik seluruh semenanjung peninsular Malaysia ini mati-total (blackout). Sedangkan selama di Indonesia (di jakarta) sepuluh tahun terakhir, kalau tidak salah listrik jawa-bali mati baru sekali. Kemarin ketika ada kawan IT di kantor Jakarta memasang Uninterruptible Power Supply (UPS) saya tanya sebenarnya untuk apa sih? ... diskusi berkembang akhirnya terkuak bahwa di Malaysia ini justru lebih banyak gedung yang tidak memiliki GenSet sendiri. Mereka benar-benar mengandalkan PLN (Jawatan Letrik), padahal kenyataannya listrik di KL ini voltage-nya tidak lebih stabil dari lsitrik di Jakarta.
Selama ini yang namanya mengalami listrik mati dirumah maupun di dalam gedung di KL ini justru lebih sering ketimbang di JKT. mengapa saya bilng kesadaran listrik kita lebih bagus ?
Ya hampir tiap hari kita bisa melihat seberapa besar kebutuhan listrik di jawa. Termasuk kalau akan ada penggiliran, kita akan "alert".
Akhirnya dengan memiliki "kekhawatiran" ini justru menimbulkan "kewaspadaan" ekstra. Kewaspadaan inilah yang merupakan safety faktor positipnya.
Nah, kalau saja kekhawatiran ini dibandingkan dengan kekhawatiran PLTN, saya rsa akan sama.
di Indonesia ini WYSWYG (What you see is what you get), sedangkan di Malaysia masih belum. Namun seringkali keterbukaan di Indonesia ini diselewengkan dengan hanya menyebarkan yang negatip saja. Seharusnya kita juga berani menguak yang benar selain berani menguak yang salah.
Saya suka sekali dengan "menguak" PLTN ini apa adanya, dengan demikian
kita semua akan tahu apa adanya, dan seadanya, tanpa mengada-ada.Semakin PLTN dikuak, semakin banyaklah kita belajar darinya. Sehingga ketika PLTN dibangun tahun 2009 nanti semua sudah siap !!
MetNet
Setuju pak,
Mudah-mudahan "menguak" PLTN ini apa adanya ini diikuti oleh rekan-rekan dari LSM manapun atau dari elemen non-LSM.
Jangan sampai saat tercekik karena tdk punya BBM 22 tahun lagi, baru bilang kenapa tidak dari dulu pakai PLTN.
Menurut ESDM, cadangan minyak bumi hanya sekitar 19 Milyar Barel, produksi 500 juta barel per tahun.
Berdasarkan komposisi konsumsi energi Indonesia tahun 2005, pemakaian minyak bumi sangat dominan. Konsumi BBM mendominasi 63% dari energi mix nasional. Sisanya batubara 8%, listrik 10%, gas 17% dan lain 2%.
Mengganti peran BBM untuk energi 22 tahun kemudian, artinya perlu menaikkan peran batubara, gas, geothermal, angin, surya, biomasa, hidro, dll.
Tinggal yg sisanya porsinya PLTN, sesuai prinsip "PLTN adl alternatif terakhir".
yani chaidir
Jadi sebenarnya rasa percaya diri aja harus ditingkatkan bahwa kita mampu mengelola PLTN, tapi alangkah baik lagi kalau energi renewable yang sumbernya banyak di negara ini yang ditingkatkan seperti energi panas bumi, energi angin, apalagi dengan adanya Emisi Carbon Trading ,energi yang dibangkitkan dengan menghasilkan emisi carbon seperti PLTU (batubara) dapat mensubsidi energi panas bumi dan yang lain (tidak menghasilkan emisi carbon, red).
yudi
Sebagai warga negara biasa, saya setuju PLN dibangun, alasan saya simple saja,
Saya membandingkan dengan keadaan kota Jakarta sekarang ini, dimana macetnya sudah nggak terkendali dan pemdanya sudah bingung mengatasi macet, jalur busway, jalan alternatif dan tambahan jalur kereta api sudah dibangun tapi tetap saja tambah macet.Sekarang kita bisa bertanya kenapa nggak membangun jalur transportasi massal kereta bawah tanah sejak dulu, seperti kota-kota besar di negara lain.
Hal ini bisa kita bayangkan kalo kelak anak cucu kita sudah kehabisan energi yang sekarang digunakan dan energi alternatif yang masih terbatas, akan terjadi pemadaman listrik, listrik mahal dan kembali menggunakan obor (kalo masih ada minyak tanah), negara pasti bingung mengatasi. Muncul pertanyaan seperti mas MetNet kenapa tidak menggunakan PLTN dari dulu.
Budi Sudarsono
Rekan-rekan anggota ML Yth.,
Saya ucapkan banyak terima kasih atas berbagai tanggapan terhadap energi nuklir yang cukup positif.
Dalam pembahasan tentang alternatif energi, acapkali pendekatannya dari segi kepemilikan sumberdaya atau ketergantungan pada pasokan teknologi dari luar negeri. Padahal cukup banyak contoh negara yang tidak memiliki sumberdaya energi dan juga berteknologi 100 persen tergantung pada luar negeri. Faktor terpenting, dalam hal alternatif listrik, adalah biaya pembangkitan listrik. Saat ini minyak dan gas sudah kelewat tinggi dibandingkan dengan batubara dan nuklir. Memang sementara ini nuklir hanya digunakan dalam satuan pembangkit yang besar, di atas 600 MW. Untuk Indonesia panasbumi juga menjanjikan, dan khusus untuk pulau Jawa boleh dikatakan hanya ketiga itulah alternatif yang layak dipertimbangkan: batubara, panasbumi dan nuklir.
Kita perlukan semua peluang, jadi mikro-hidro dan hidro kecil pun dapat dipertimbangkan; begitu pula energi surya dan energi angin. Namun ketiganya memerlukan unsur subsidi, paling tidak subsidi modal
awal.
Mengenai kecemasan tentang keamanan operasi reaktor nuklir, memang memerlukan upaya pengkajian oleh para professional dari luar bidang nuklir untuk meyakini keamanan operasi reaktor. Mudah-mudahan tahun 2008 saya dapat menyelesaikan buku yang dapat memberi pencerahan dalam bahasa yang mudah dicerna, secara kualitatif dan tanpa rumus-rumus. Sesungguhnya tidak terlalu sulit kok. Khusus bagi Pak Vicky (RDP) dan peminat seismologi, berikut ini ada berita dari Jepang tentang simposium yang akan diselenggarakan di sana bulan Februari 2008 (maaf saya tak ada detailnya): JAIF and Others to Sponsor International Aseismicity Symposium in February.
The Japan Atomic Industrial Forum (JAIF), the Japan Nuclear Technology Institute (JANTI), and the Central Research Institute of the Electric Power Industry (CRIEPI) announced that they would jointly sponsor an international symposium in February 2008 in Kashiwazaki City (Niigata Prefecture). The symposium will deal with the subject of the aseismicity and reliability of nuclear power plants (NPPs), in the wake of the extensive damage sustained by the Kashiwazaki Kariwa NPS of the Tokyo Electric Power Co. (TEPCO) last July in the Niigata-Chuetsu Offshore Earthquake.
roeddy setiawan
Dear Pak Budi,
Saya membaca artikel tebitan eropa, ada consorsium eropa-cis yang bisa memberikan power 100 -- 250 mw diatas barge , tempo pembangunan nya cepat, menurut company realease nya mereka targeting oil industry seperti di kazakh dan perairan yang sulit dlm logistik. selain tenaga listrik , bisa juga supply air panas hasil dr pendinginan dr pada dibuang ke perairan thermal enegy nya di salurkan ke darat juga . menurut artikel itu waktu isi ulang bahan bakar sekali tiap 12 tahun, berbagai option reaktor yang menurut mereka proven dan sudah operational sejak lama. saya duga ini mungkin design reaktor buat kapal selam, reaktor kapal ice breaker spt ABV- 6M 18 MWe plus air panas kalau mau, ada juga KLT 40s yang 70 MWe.
Krisis listrik yang menjadi jadi dimana mana bukan hanya pulau jawa - bali, saya baca sumatra utara orang misuh misuh pln byar pet, di balikpapan setiap busines establishment pasti pasang genset dia taruh di trotoar, meraung raung dan asepnya balik lagi masuk toko he he he demi uang biar resiko cancer paru juga begitu barangkali pikiran nya.
Dulu banget saya ikutan jadi cantrik , cantrik nya nya pak mike tenggo zulu begitu kawan kawan bilang sama seniornya pak MT Zen, ngukur2 macam macam parameter geology teknis, dan material dr kontraktor. itu 28 tahun lalu katanya semenanjung muria ini akan ada PLTN, sampai sekarang ngak pernah kejadian. sama seperti mercon lebaran, bletak bletuk ributnya bukan main, lalu senyap. kalau ketahuan team iinvestigasi anti korupsi yang sekarang lagi inn, bisa bisa termasuk katagori korupsi per "definisi" merugikan negara, wong sudah keluar duit banyak tapi ngak jadi jadi.eh ah kok ngelantur,mudah mudahan yang sekarang lain. kan yang perlu listrik bukan buat P Jawa saya ya kan pak, di siberut, nusa dua , p parang, kalimantan banyak.
Budi Sudarsono
Rekans anggota ML Yth.,
Saya ingin "menjawab" masukan berikut ini. (lihat di bawahnya)
Dear pak Budi,
Saya membaca artikel tebitan eropa, ada consorsium eropa-cis yang bisa memberikan power 100 -- 250 mw diatas barge , tempo pembangunannya cepat, menurut company realease nya mereka targeting oil industry seperti di kazakh dan perairan yang sulit dlm logistik. selain tenaga listrik , bisa juga supply air panas hasil dr pendinginan dr pada dibuang ke perairan thermal enegy nya di salurkan ke darat juga . Menurut artikel itu waktu isi ulang bahan bakar sekali tiap 12 tahun, berbagai option reaktor yang menurut mereka proven dan sudah operational sejak lama. saya duga ini mungkin design reaktor buat kapal selam, reaktor kapal ice breaker spt ABV- 6M 18 MWe plus air panas kalau mau, ada juga KLT 40s yang 70 MWe. Krisis listrik yang menjadi jadi dimana mana bukan hanya pulau jawa - bali, saya baca sumatra utara orang misuh misuh pln byar pet, di balikpapan setiap busines establishment pasti pasang genset dia taruh di trotoar, meraung raung dan asepnya balik lagi masuk toko he he he demi uang biar resiko cancer paru juga begitu barangkali pikiran nya.
Memang salah satu kemungkinan solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah "terpencil" adalah PLTN terapung atau floating nuclear power plants. Bagi yang berminat, dapat memakai Google dan mengetik "floating nuclear power plants".
Gagasan ini sudah lama muncul. Di Rusia sendiri ternyata floating NPP
baru mulai dibangun sejak awal tahun ini dan akan selesai tahun 2011. Bagi yang membutuhkan, perlu menunggu dan melihat hasil operasinya, bila bagus bisa memesan sesudah 2013.
Namun banyak permasalahan akan timbul, terutama dari segi hukum dan khususnya hukum internasional. IAEA belum mengkaji masalah keselamatan operasi PLTN terapung; bila dipesan, siapa pemiliknya: apakah perusahaan Rusia (mungkinkah perusahaan asing mengoperasikan PLTN?), adakah undang-undang negara yang mengizinkan PLTN terapung ? dst.
Kiranya kita masih harus menunggu banyak perkembangan sebelum dapat mempertimbangkan gagasan PLTN terapung.
Recuitmen PLN
Pendaftaran 12-26 Juli 2008
info lebih lanjut:
PT PLN (Persero) Kantor PusatJl. Trunojoyo Blok M I/135 Jakarta 12160. Indonesia Tel: +62 21 7251234 Fax: +62 21 7204929 Email: kontakkami@pln.co.id
info lebih lanjut:
PT PLN (Persero) Kantor PusatJl. Trunojoyo Blok M I/135 Jakarta 12160. Indonesia Tel: +62 21 7251234 Fax: +62 21 7204929 Email: kontakkami@pln.co.id
Pemadaman Listrik
Pemadaman Listrik Bergilir 11-17 Juli 2008 Liputan6.com, Jakarta: Perusahan Listrik Negara memastikan pemadaman listrik bergilir akan mulai dilakukan di Jakarta mulai 11 sampai 17 Juli mendatang. Untuk hari pertama, pemadaman bakal dilakukan di kawasan Gambir, Kebayoran, Kramat Jati, serta Tangerang.Untuk jaringan Gambir, pukul 08.00 - 15.00 WIB meliputi Pluit Utara, Pompa Waduk Pluit, Sunda Kelapa, dan Muara Baru. Sedang pukul 15.00 - 22.00 WIB giliran kawasan Granvile Daan Mogot, Raya Tomang, Kapuk Muara, Kapuk Cendana, serta Kapuk Utara.Selanjutnya jaringan Kebayoran, pukul 08.00 -15.00 WIB mencakup wilayah Pasar Jumat, Ulu Jami, Bintaro, Kampung Utan Rempoa, dan Palmerah Barat. Sedang pukul 15.00 -22.00 WIB giliran Bintaro Sektor Sembilan, Ciputat Raya, Lebak Bulus, Fatmawati, dan Arteri TB Simatupang.Untuk kawasan Kramat Jati, pukul 08.00 - 15.00 WIB meliputi Kampung Tanah Baru, Srengseng Sawah, serta Ciganjur. Sedangkan pukul 15.00 - 22.00 WIB yang terkena pemadaman adalah Srengseng Sawah, Ragunan, Kampung Pekapuran, Ceger, dan Ciganjur.Sementara untuk kawasan Tangerang, pukul 08.00 - 15.00 WIB mencakup Tegal Alur, Cengkareng, Daan Mogot, Tangerang. Sedangkan pukul 15.00 - 22.00 WIB mencakup Batu Ceper Tangerang, Kawasan Industri, dan Daan Mogot. Untuk bisa melihat data lengkapnya, Anda bisa melihat di situs PLN, www.plnjaya.co.id.(ldp/Tim CA)